Arsitektur Hijau Kampung Naga

Ternyata bangsa Indonesia sudah punya arsitektur hijau alias ramah lingkungan sejak ratusan tahun yang lalu. Dan kejeniusan lokal ini sampai sekarang masih dipertahankan dengan cara-cara tradisional: melalui segala macam pantangan / tabu / pamali.

Di Kampung Naga yang terletak diantara jalan raya Tasik dan Garut, Kecamatan Salawu Desa Neglasari, insinyur-insinyur tidak bergelar yang hidup ratusan tahun lalu sudah hidup bersama alam dan berusaha mempertahankan kearifan tersebut dengan segala cara. Daerah lembah sungai yang subur dan lembab, airnya berlimpah dengan curah hujan tinggi terus dijaga kelestariannya, diantaranya dengan arsitektur yang ramah lingkungan dan pelbagai pantangan.

Konon asal muasal nama Kampung Naga dari 'kampung diNA GAwir' atau 'kampung di tebing', yang akhirnya menjadi kampung Naga saja..

#1
Kampoeng Naga
Areal hutan larangan. Ada dua areal hutan terlarang, areal yang pertama penduduk dilarang memasuki hutan tersebut dengan alasan apapun, sedang areal yang kedua hutan yang boleh dimasuki hanya ketika upacara dengan didampingi kuncen, untuk keperluan ziarah ke makan leluhur. Melanggar larangan ini hukumannya adalah kutukan-kutukan.
Akibat dari larangan-larangan ini maka sumber air tetap terjaga kelestariannya. Kampung ini tidak pernah kekeringan dan tidak mengalami bencana longsor. Areal kampung naga juga tidak boleh diperjualbelikan.

#2
Stone Stairway
Penggunaan zonasi atau pembagian area yang ketat. Area-area ini dibuat bertingkat dengan tumpukan batu kali yang tidak bersemen, dan terbukti tahan longsor. Area level tertinggi untuk daerah yang suci, terletak 'bale ageung' dan area mesjid. Area dibawahnya adalah area perumahan, dan level terendah untuk kolam-kolam, hewan ternak dan area MCK.

#3
Kampung Naga
Drainase dibuat antar blok rumah. Rumah semuanya menghadap utara-selatan dan berjejer-jejer timur ke barat. Atap terbuat dari ijuk yang dibawahnya dialasi daun sejenis daun laos. Atap ijuk ini lama-kelamaan akan ditumbuhi lumut dan makin tahan bocor. Atap rumah yang berhadapan berdempet membentuk talang alami, sedangkan dengan rumah disisi dibuat selokan-selokan air hujan. Bentuk atap dengan kemiringan tinggi menjamin air hujan tidak berbalik arah.


#4
Struktur rumah seperti ini juga terbukti tahan gempa. Ketika gempa Tasik rumah disini tidak ada yang rubuh. Kuncinya pada fondasi yang terbuat dari batu masif dan tidak digunakannya paku tetapi ikatan-ikatan> Material rumah yang terbuat dari kayu dan bambu membuat struktur rumah sangat lentur.

#5
Rumah panggung menjamin rumah kering tidak lembab. Lantai ruangan dengan kayu albasia yang karena sering dipel jadi licin mengkilat. Potongan papan di dinding pas sekali untuk bersandar. Rumah dilarang dicat, hanya boleh dikapur. Dilarang menggunakan meja dan kursi, juga listrik. Beberapa rumah punya tivi hitam putih yang dijalankan dengan aki.

#6
Ini model ikat kepala untuk sehari-hari. Model untuk upacara berbeda. Dibelakang pak Ndut ini ada pintu leuit atau penyimpanan beras di rumah, dan kaum pria tidak boleh membukanya, hanya boleh dibuka oleh istrinya.


#7
Tempat nasi dari batang kayu nangka yang dilubangi. Yang sebelah kiri tempat mengukus nasi dan dudukan nya.

Kompor kayu bakar. Ternyata penduduk sini menanam atau membeli kayu bakar, karena tidak boleh mengambil dari hutan. Diatas kompor alat masak 2 in 1, pengukus nasi sekaligus memasak air. Lantai dapur dari semacam tikar, sehingga cepat kering dan bersih karena kotoran langsung dimasukkan ke kolong rumah.

#8
kampung naga, woman activities
Jenis padi yang ditanam disini agak berbeda jenisnya, ukurannya lebih besar-besar dan masa tanamnya 6 bulan. Padi dipanen menggunakan ani-ani dan diproses dengan ditumbuk sampai lepas kulitnya. Menumbuk padi dilakukan seperlunya karena padi disimpan berbentuk ikatan-ikatan kering. Di sini ditanam berpuluh jenis padi yang diperlukan untuk upacara.


*Klik foto untuk melihat sumbernya.

Comments