Kalau kita lewat jalan Gegerkalong Hilir menuju ke Ciwaruga kita akan melewati kios wayang pak Ade di pinggir jalan. Pak Ade ini seorang dalang yang juga membuat wayang. Secara otodidak dari hasil bergaul dengan komunitas tradisi pak Ade belajar mengukir, mengecat dan mendandani batang kayu albasia ini menjadi sosok wayang yang indah.
Satu buah wayang membutuhkan waktu tiga hari pembuatan sampai selesai. Mula-mula batang albasia diukir berbentuk kepala wayang. Lalu dicat dengan cat kayu mengkilap berwarna-warni. Pak Ade bahkan membuat sendiri kuas tertipis andalannya dari bulu kucing. Setelah itu disempurnakan dengan memasang tongkat kayu menyerupai tangan. Terakhir dipasang aksesoris pelengkap tokoh wayang tersebut seperti kalung, anting, kain batik dan selendangnya.
Wayang berukuran rata-rata 60 cm ini dijual mulai dari 200 ribu – 350 rb rupiah sebuah. Untuk satu set wayang yang berjumlah 100 buah dan disimpan dalam peti jati dibanderol 35 juta rupiah. Set wayang ini biasanya dipesan oleh para dalang. Pembeli dikios pak Ade bisa membeli wayang ini untuk souvenir ataupun untuk dipakai pagelaran.
Harga jual wayang ini kalau diperinci ternyata mempunyai biaya ongkos yang besar, sehingga keuntungannya tipis. Kalau dihitung biaya harian ongkos kerja 50 rb sehari x 3 hr = 150 rb. Perlengkapan aksesoris dan cat mencapai 100 ribu rupiah, sehingga keuntungan perbuah berkisar 50 rb. Tidak setiap hari orang membeli wayang seharga 350 ribu, apalagi membeli satu set wayang.
Harga set wayang yang mahal ini mengakibatkan tidak semua dalang mempunyai wayang atau gamelan sendiri. Seorang dalang biasa yang bukan superstar biasanya menyewa set wayang dan gamelan pengiringnya.
Sebetulnya banyak juga wayang golek souvenir seperti yang kita dapati di Kebun Binatang Bandung atau di Tangkubanperahu yang harganya jauh lebih murah. Terdapat perbedaan kualitas antara wayang golek souvenir dengan wayang golek ‘betulan’ yang dibuat khusus untuk pagelaran wayang golek. Wayang betulan harus enak dipegang, kainnya lebar, persendiannya luwes dan tentu saja kualitasnya lebih halus dan indah.
Ternyata dalam membuat wayang dibutuhkan ‘rasa’ juga. Ketika membuat wayang Gatotkaca sang seniman harus mengumpulkan ‘rasa’ Gatotkaca dalam dirinya agar auranya muncul dalam karyanya. Lain lagi ketika membuat tokoh Arjuna maka ‘rasa’ diri dirubah menjadi Arjuna.
Beliau mengatakan bahwa usaha pembuatan wayang ini dilakukan karena cintanya pada tradisi. Anak-anaknya sendiri tidak ada yang membuat wayang, beliau hanya mempunyai murid-murid informal yang datang dan tertarik untuk belajar menjadi dalang maupun membuat wayang.
Pak Ade bercerita bahwa pemda Banten membeli 3 set wayangnya untuk dibagi-bagikan ke sekolah-sekolah. Juga pernah mendapat pesanan dari Istana Bogor.
Disinilah peran pemerintah untuk melestarikan kebudayaan. Jika pemerintah menyumbangkan set wayang, atau gamelan, atau perangkat rampak kendang kesekolah-sekolah atau organisasi lingkungan maka banyak pengrajin yang akan terbantu. Tentu saja perangkat kesenian itu harus digunakan dengan rutin, diadakan kelas ekstra kurikulernya atau malahan intra kurikuler. Mengharuskan hotel berbintang untuk menyelenggarakan pagelaran wayang secara rutin atau kesenian daerah yang lain pasti bisa menggerakkan ekonomi para seniman, dapat dibayangkan efek dominonya pada kemajuan industri kreatif berbasiskan tradisi ini.
Beliau mengatakan dengan bangga bahwa wayang bukan hanya milik Indonesia tapi juga milik dunia. Beliau juga mendendangkan sedikit filosofi dalang-wayang. “ Gunung kelir awak urang. Aling aling Gusti ulang eling Gusti. Dalang murbain wayang, wayang murbain dalang. Hade goreng wayang dalang. ”
Manusia bermacam ragam. Baik buruk kita umat Tuhan. Dalang menghantarkan, tidak berusaha menginterupsi. Karena begitulah hidup, semua mempunyai sebab dan akibat, semua ada tanggung jawabnya.
Ade Sudarjat
Jl. Gegerkalong Hilir no 73A
Telp 022-92754533
Satu buah wayang membutuhkan waktu tiga hari pembuatan sampai selesai. Mula-mula batang albasia diukir berbentuk kepala wayang. Lalu dicat dengan cat kayu mengkilap berwarna-warni. Pak Ade bahkan membuat sendiri kuas tertipis andalannya dari bulu kucing. Setelah itu disempurnakan dengan memasang tongkat kayu menyerupai tangan. Terakhir dipasang aksesoris pelengkap tokoh wayang tersebut seperti kalung, anting, kain batik dan selendangnya.
Wayang berukuran rata-rata 60 cm ini dijual mulai dari 200 ribu – 350 rb rupiah sebuah. Untuk satu set wayang yang berjumlah 100 buah dan disimpan dalam peti jati dibanderol 35 juta rupiah. Set wayang ini biasanya dipesan oleh para dalang. Pembeli dikios pak Ade bisa membeli wayang ini untuk souvenir ataupun untuk dipakai pagelaran.
Harga jual wayang ini kalau diperinci ternyata mempunyai biaya ongkos yang besar, sehingga keuntungannya tipis. Kalau dihitung biaya harian ongkos kerja 50 rb sehari x 3 hr = 150 rb. Perlengkapan aksesoris dan cat mencapai 100 ribu rupiah, sehingga keuntungan perbuah berkisar 50 rb. Tidak setiap hari orang membeli wayang seharga 350 ribu, apalagi membeli satu set wayang.
Harga set wayang yang mahal ini mengakibatkan tidak semua dalang mempunyai wayang atau gamelan sendiri. Seorang dalang biasa yang bukan superstar biasanya menyewa set wayang dan gamelan pengiringnya.
Sebetulnya banyak juga wayang golek souvenir seperti yang kita dapati di Kebun Binatang Bandung atau di Tangkubanperahu yang harganya jauh lebih murah. Terdapat perbedaan kualitas antara wayang golek souvenir dengan wayang golek ‘betulan’ yang dibuat khusus untuk pagelaran wayang golek. Wayang betulan harus enak dipegang, kainnya lebar, persendiannya luwes dan tentu saja kualitasnya lebih halus dan indah.
Ternyata dalam membuat wayang dibutuhkan ‘rasa’ juga. Ketika membuat wayang Gatotkaca sang seniman harus mengumpulkan ‘rasa’ Gatotkaca dalam dirinya agar auranya muncul dalam karyanya. Lain lagi ketika membuat tokoh Arjuna maka ‘rasa’ diri dirubah menjadi Arjuna.
Beliau mengatakan bahwa usaha pembuatan wayang ini dilakukan karena cintanya pada tradisi. Anak-anaknya sendiri tidak ada yang membuat wayang, beliau hanya mempunyai murid-murid informal yang datang dan tertarik untuk belajar menjadi dalang maupun membuat wayang.
Pak Ade bercerita bahwa pemda Banten membeli 3 set wayangnya untuk dibagi-bagikan ke sekolah-sekolah. Juga pernah mendapat pesanan dari Istana Bogor.
Disinilah peran pemerintah untuk melestarikan kebudayaan. Jika pemerintah menyumbangkan set wayang, atau gamelan, atau perangkat rampak kendang kesekolah-sekolah atau organisasi lingkungan maka banyak pengrajin yang akan terbantu. Tentu saja perangkat kesenian itu harus digunakan dengan rutin, diadakan kelas ekstra kurikulernya atau malahan intra kurikuler. Mengharuskan hotel berbintang untuk menyelenggarakan pagelaran wayang secara rutin atau kesenian daerah yang lain pasti bisa menggerakkan ekonomi para seniman, dapat dibayangkan efek dominonya pada kemajuan industri kreatif berbasiskan tradisi ini.
Beliau mengatakan dengan bangga bahwa wayang bukan hanya milik Indonesia tapi juga milik dunia. Beliau juga mendendangkan sedikit filosofi dalang-wayang. “ Gunung kelir awak urang. Aling aling Gusti ulang eling Gusti. Dalang murbain wayang, wayang murbain dalang. Hade goreng wayang dalang. ”
Manusia bermacam ragam. Baik buruk kita umat Tuhan. Dalang menghantarkan, tidak berusaha menginterupsi. Karena begitulah hidup, semua mempunyai sebab dan akibat, semua ada tanggung jawabnya.
Ade Sudarjat
Jl. Gegerkalong Hilir no 73A
Telp 022-92754533
Comments